“Tragedi Batubara : Korban Kecelakaan Jadi Tumbal Keserakahan Korporasi.? Berharap Negara Tidak Absen..!”
Batubara, 21 Oktober 2025 / antara news. Id
Kasus kecelakaan yang merenggut masa depan Hazizi (pengendara motor) dan Rusli (pejalan kaki) di Simpang Sei Balai, Batubara, pada 16 Agustus 2025, bukan sekadar kecelakaan lalu lintas biasa. Lebih dari dua bulan berlalu, keadilan tak kunjung datang, memicu pertanyaan besar : di mana peran negara dalam melindungi warganya dari kesewenang-wenangan korporasi..? Fajar Setya Budi, S.H., pengacara yang mendampingi korban, lantang menyuarakan dugaan – dugaan adanya praktik “cuci tangan” perusahaan pengantar uang bank, yang berpotensi melanggar hak asasi manusia dan mengancam supremasi hukum.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Fajar Setya Budi, yang tersentuh nuraninya setelah mengetahui kejadian ini pada 20 Oktober 2025, langsung terjun ke lapangan. Hasil koordinasinya dengan Unit Laka Lantas Polres Batubara mengungkap fakta yang mencengangkan : mediasi dengan perusahaan alot. Pihak perusahaan, alih-alih menunjukkan empati dan tanggung jawab, justru terkesan menghindar dan melempar kesalahan kepada sopir yang notabene hanya seorang pekerja.
“Ini bukan soal kecelakaan semata, tapi soal kemanusiaan dan keadilan. Klien kami cacat permanen, kehilangan pekerjaan, dan terancam masa depannya. Sementara itu, perusahaan enak-enakan lepas tanggung jawab, seolah-olah nyawa dan masa depan manusia tidak ada harganya,” ujar Fajar Setya Budi dengan nada berapi-api. “Di mana hati nurani para petinggi perusahaan..? Di mana peran negara dalam melindungi warganya..?”
Fajar menambahkan, “Kami menduga ada upaya sistematis untuk menutupi kesalahan perusahaan dan melindungi aset mereka. Jika benar demikian, ini adalah skandal besar yang mencoreng wajah hukum dan keadilan di negeri ini. Kami menuntut Kapolri, Kompolnas, dan Komnas HAM untuk segera turun tangan mengusut tuntas kasus ini. Jangan biarkan para korban menjadi tumbal keserakahan korporasi.!”
Fajar menegaskan, pihaknya tidak akan berhenti berjuang sampai keadilan ditegakkan. Selain menempuh jalur hukum pidana dan perdata, ia juga akan melaporkan dugaan pelanggaran HAM dan praktik bisnis tidak etis ke lembaga-lembaga terkait. “Kami akan membawa kasus ini ke tingkat nasional dan internasional jika perlu. Kami ingin membuktikan bahwa hukum masih berpihak pada rakyat kecil, bukan hanya pada pemilik modal,” tandasnya.
Masyarakat menanti gebrakan nyata dari aparat penegak hukum dan pemerintah. Kasus ini menjadi momentum untuk membuktikan apakah negara benar-benar hadir untuk melindungi warganya, ataukah hanya menjadi alat bagi kepentingan korporasi. Akankah Hazizi dan Rusli mendapatkan keadilan yang selayaknya, ataukah mereka akan menjadi simbol ketidakberdayaan rakyat kecil di hadapan kekuatan uang..? (Red)